"Cari Malu"
Seringkali kita kehilangan rasa malu ketika mata kita hanya melihat dan memperhatikan diri sendiri. Saat kita mengeluh dengan tugas kuliah yang setumpuk atau kerjaan kantor yang seabrek, malu dalam diri ini pergi. Ketika kita tidak bersyukur dengan penghasilan, tepat saat itu juga malu hilang. Secara ketika mengeluh, kita tidak memikirkan Mamank petugas kebersihan yang tiap pagi sudah mendorong gerobak sampah. Waktu syukur dibuang, kita tidak bisa bersimpati kepada Bibi tukang nasi uduk yang sudah bangun buat masak dari jam dua pagi. So hati-hati nih, Sobat, kita mungkin asyik mengeluh dan ingkar nikmat, jangan-jangan kita sudah tidak punya malu sama mereka yang kurang beruntung.
“Sesungguhnya di antara ungkapan yang dikenal manusia dari ucapan kenabian terdahulu ialah: Jika engkau tidak malu, berbuatlah semaumu.” [HR. al-Bukhari]
Memelihara rasa malu dalam diri penting untuk menghindarkan kita dari perbuatan negatif. Anak yang tidak punya malu akan mudah menuntut bahkan mengancam orang tuanya untuk mendapatkan apa yang dinginkan. Hal simpel di sekolah saja misalnya, banyak pelajar yang memilih mencontek untuk mendapatkan nilai bagus. Apakah mereka tidak merasa malu mendapatkan nilai bagus tapi sebenarnya otaknya kosong? Pantas saja banyak penjahat dan koruptor dengan percaya diri menebar senyum padahal sudah terbukti bersalah.
Sebelum makin banyak orang yang tidak tahu malu, mari kita bentuk dan pelihara rasa malu dalam diri kita. Annida memberikan beberapa manfaat memelihara rasa malu agar kita tidak sampai masuk golongan orang tidak tahu malu. Diantaranya:
1.Malu adalah salah satu cabang keimanan.
Dan sikap malu adalah salah satu cabang dari keimanan (HR al-Bukhari)
Bukan orang beriman kalau sikap kita tidak tahu malu, bahkan sering memalukan. Kalo kita malu, kita tidak akan gampang buat melakukan perbuatan yang dimurkai Allah. Tidak akan ada kejadian pelajar membuat video porno atau camat korupsi beras miskin jika masih ada rasa malu di hatinya. Jadi, kalau terpikir berbuat buruk, mari jangan dituruti karena kita masih punya malu terutama kepada Allah. Tapi juga jangan sebaliknya. Mengaku laki-laki tapi malu sholat berjamaah di mesjid. Mengaku perempuan malu belajar Islam karena jilbabnya masih belum benar. Itu malu yang salah tempat.
2.Malu bisa menjaga kemuliaan diri.
Apakah kita tahu bedanya pengemis dan pemulung? Pengemis sudah hilang rasa malunya, demi uang dia menadahkan tangan. Sebaliknya, pemulung dengan baju compang-campingnya, dia kerja dengan cara yang halal. Jadi, jangan sampai kita kalah mulia dari pemulung atau petugas kebersihan karena tidak tahu malu. Kerjanya mengeluh dan tidak bersyukur (mari kita baca "Keluh-Kesah"). Karena sejatinya, seseorang tidak akan malas kalau dia malu sama kuli bangunan atau PRT yang kerja keras walau gaji seadanya.
3.Malu menjadi pelecut maksimalkan potensi diri.
Misalnya karena malu hasil ujian selalu jelek, kita termotivasi untuk belajar dan memperbaiki diri. Ketika teman punya banyak prestasi dan kita jadi malu karena belum punya sesuatu yang bisa dibanggakan, itu melecut semangat kita untuk mengukir prestasi seperti mereka. Walaupun Mario Teguh waktu SMA malu karena lahir dari keluarga yang biasa saja sedang teman-temannya dari golongan orang kaya, siapa yang bisa menyangkal kalau beliau motivator paling dicari di negeri ini?
Semoga bisa kita praktekan untuk memelihara rasa malu. Jangan sampai kita menjadi generasi yang tidak tahu malu. Mari jadi generasi pemuda yang beriman, mulia dan berprestasi dengan punya rasa malu.
Semoga Allah selalu membantu dan monolong kita untuk menjadi hamba-Nya yang beriman dan bertakwa. Aamiiin.
Sumber: Annida (dengan penyesuaian bahasa, agar lebih formal)
Mari kita baca artikel aslinya, "Mencari Malu"
Mari kita baca juga "Keluh-Kesah"
Seringkali kita kehilangan rasa malu ketika mata kita hanya melihat dan memperhatikan diri sendiri. Saat kita mengeluh dengan tugas kuliah yang setumpuk atau kerjaan kantor yang seabrek, malu dalam diri ini pergi. Ketika kita tidak bersyukur dengan penghasilan, tepat saat itu juga malu hilang. Secara ketika mengeluh, kita tidak memikirkan Mamank petugas kebersihan yang tiap pagi sudah mendorong gerobak sampah. Waktu syukur dibuang, kita tidak bisa bersimpati kepada Bibi tukang nasi uduk yang sudah bangun buat masak dari jam dua pagi. So hati-hati nih, Sobat, kita mungkin asyik mengeluh dan ingkar nikmat, jangan-jangan kita sudah tidak punya malu sama mereka yang kurang beruntung.
“Sesungguhnya di antara ungkapan yang dikenal manusia dari ucapan kenabian terdahulu ialah: Jika engkau tidak malu, berbuatlah semaumu.” [HR. al-Bukhari]
Memelihara rasa malu dalam diri penting untuk menghindarkan kita dari perbuatan negatif. Anak yang tidak punya malu akan mudah menuntut bahkan mengancam orang tuanya untuk mendapatkan apa yang dinginkan. Hal simpel di sekolah saja misalnya, banyak pelajar yang memilih mencontek untuk mendapatkan nilai bagus. Apakah mereka tidak merasa malu mendapatkan nilai bagus tapi sebenarnya otaknya kosong? Pantas saja banyak penjahat dan koruptor dengan percaya diri menebar senyum padahal sudah terbukti bersalah.
Sebelum makin banyak orang yang tidak tahu malu, mari kita bentuk dan pelihara rasa malu dalam diri kita. Annida memberikan beberapa manfaat memelihara rasa malu agar kita tidak sampai masuk golongan orang tidak tahu malu. Diantaranya:
1.Malu adalah salah satu cabang keimanan.
Dan sikap malu adalah salah satu cabang dari keimanan (HR al-Bukhari)
Bukan orang beriman kalau sikap kita tidak tahu malu, bahkan sering memalukan. Kalo kita malu, kita tidak akan gampang buat melakukan perbuatan yang dimurkai Allah. Tidak akan ada kejadian pelajar membuat video porno atau camat korupsi beras miskin jika masih ada rasa malu di hatinya. Jadi, kalau terpikir berbuat buruk, mari jangan dituruti karena kita masih punya malu terutama kepada Allah. Tapi juga jangan sebaliknya. Mengaku laki-laki tapi malu sholat berjamaah di mesjid. Mengaku perempuan malu belajar Islam karena jilbabnya masih belum benar. Itu malu yang salah tempat.
2.Malu bisa menjaga kemuliaan diri.
Apakah kita tahu bedanya pengemis dan pemulung? Pengemis sudah hilang rasa malunya, demi uang dia menadahkan tangan. Sebaliknya, pemulung dengan baju compang-campingnya, dia kerja dengan cara yang halal. Jadi, jangan sampai kita kalah mulia dari pemulung atau petugas kebersihan karena tidak tahu malu. Kerjanya mengeluh dan tidak bersyukur (mari kita baca "Keluh-Kesah"). Karena sejatinya, seseorang tidak akan malas kalau dia malu sama kuli bangunan atau PRT yang kerja keras walau gaji seadanya.
3.Malu menjadi pelecut maksimalkan potensi diri.
Misalnya karena malu hasil ujian selalu jelek, kita termotivasi untuk belajar dan memperbaiki diri. Ketika teman punya banyak prestasi dan kita jadi malu karena belum punya sesuatu yang bisa dibanggakan, itu melecut semangat kita untuk mengukir prestasi seperti mereka. Walaupun Mario Teguh waktu SMA malu karena lahir dari keluarga yang biasa saja sedang teman-temannya dari golongan orang kaya, siapa yang bisa menyangkal kalau beliau motivator paling dicari di negeri ini?
Semoga bisa kita praktekan untuk memelihara rasa malu. Jangan sampai kita menjadi generasi yang tidak tahu malu. Mari jadi generasi pemuda yang beriman, mulia dan berprestasi dengan punya rasa malu.
Semoga Allah selalu membantu dan monolong kita untuk menjadi hamba-Nya yang beriman dan bertakwa. Aamiiin.
Sumber: Annida (dengan penyesuaian bahasa, agar lebih formal)
Mari kita baca artikel aslinya, "Mencari Malu"
Mari kita baca juga "Keluh-Kesah"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar