"Pembantu Rumah Tangga"
Dalam sebuah hadits Rasulullah shollallaahu 'alaihi wa sallaam menyatakan khaadikum akhuukum, pembantumu adalah saudaramu. Mereka mengonsumsi makanan yang kalian (majikan) makan dan berpakaian yang kalian pakai pula.
Sungguh sangat luar biasa dalam dan tingginya nilai persamaan dan persaudaraan yang diajarkan Islam dan dicontohkan langsung oleh Rasulullah shollallaahu 'alaihi wa sallaam.
Dalam pandangan Islam, semua manusia sama, tidak berbeda karena perbedaan warna kulit, suku bangsa dan juga status sosial.
Bahkan juga kekayaan dan kemiskinan. Satu satunya yang membedakan adalah ketakwaannya kepada Allah Ta'alaa. (Perhatikan QS Al Hujurat ayat 13).
Dalam sejarah Islam, banyak bekas budak dan pembantu Rasulullah shollallaahu 'alaihi wa sallaam yang mengukir prestasi yang luar biasa. Bilal bin Rabah, muazzin pertama Rasulullah shollallaahu 'alaihi wa sallaam, begitu monumental dalam sejarah.
Bilal sangat dekat dengan Rasulullah shollallaahu 'alaihi wa sallaam dan para sahabatnya, padahal beliau adalah bekas budak belian yang berasal dari Habsyi (Afrika).
Anas bin Malik, bekas pembantu Rasulullah shollallaahu 'alaihi wa sallaam, yang kemudian menjadi penulis dan perawi hadits yang terkemuka.
Anas pernah meriwayatkan Rasulullah shollallaahu 'alaihi wa sallaam sangat mencintai dan menghormatinya, tidak pernah marah, tidak pernah mengeluarkan kata kata kasar, dan apalagi memukul dan menyiksanya.
Sikap Baginda Rasulullah shollallaahu 'alaihi wa sallaam yang begitu mencintai mereka, menyebabkan munculnya kekuatan berfikir, kekuatan karakter, dan munculnya keahlian mereka yang ternyata sangat luar biasa melampaui zamannya.
Bahkan beliau selalu mendahulukan para pembantunya untuk mencicipi makanan yang disajikannya. Tidak ada gap antara Rasul dengan umatnya, antara majikan dengan pembantunya,
Semuanya saling menghormati dan saling mencintai atas dasar nilai-nilai kemanusiaan yang universal dan komprehensip.
Hak Azasi Manusia (HAM) walaupun tidak didengung-dengungkan, tetapi langsung dipraktekkan dalam kehidupan sehari hari.
Justru sekarang, ketika HAM didengung-dengungkan, banyak majikan di berbagai negara, termasuk di Indonesia, yang memperlakukan kasar dan kejam para pembantunya.
Seolah-olah mereka bukan manusia yang punya hak hidup yang sama, yang harus dihormati dan dicintai, mereka dianggap makhluk hidup yang tidak perlu dipandang.
Mereka adalah makhluk yang boleh diperlakukan secara kasar dan kejam. Disekap, tidak diberi makan, bekerja tanpa mengenal waktu, disiksa, dan sangat menyedihkan gajinya pun berbulan bulan tidak diberikan.
Perilaku buruk tersebut mencerminkan kehidupan jahiliyyah yang tidak mengenal kasih sayang, kehidupan yang mencerminkan perilaku kebinatangan. Kita tidak pernah membayangkan hal itu banyak terjadi sekarang ini.
Dalam perspektif Islam, siapakah yang lebih mulia, majikan yang kasar dan jahat tersebut. atau pembantu yang teraniaya. Para pembaca bisa menjawab sendiri. Wallahu 'Alam bi Ash Shawab
Sumber: ROL, Oleh: KH Didin Hafidhuddin
Dalam sebuah hadits Rasulullah shollallaahu 'alaihi wa sallaam menyatakan khaadikum akhuukum, pembantumu adalah saudaramu. Mereka mengonsumsi makanan yang kalian (majikan) makan dan berpakaian yang kalian pakai pula.
Sungguh sangat luar biasa dalam dan tingginya nilai persamaan dan persaudaraan yang diajarkan Islam dan dicontohkan langsung oleh Rasulullah shollallaahu 'alaihi wa sallaam.
Dalam pandangan Islam, semua manusia sama, tidak berbeda karena perbedaan warna kulit, suku bangsa dan juga status sosial.
Bahkan juga kekayaan dan kemiskinan. Satu satunya yang membedakan adalah ketakwaannya kepada Allah Ta'alaa. (Perhatikan QS Al Hujurat ayat 13).
Dalam sejarah Islam, banyak bekas budak dan pembantu Rasulullah shollallaahu 'alaihi wa sallaam yang mengukir prestasi yang luar biasa. Bilal bin Rabah, muazzin pertama Rasulullah shollallaahu 'alaihi wa sallaam, begitu monumental dalam sejarah.
Bilal sangat dekat dengan Rasulullah shollallaahu 'alaihi wa sallaam dan para sahabatnya, padahal beliau adalah bekas budak belian yang berasal dari Habsyi (Afrika).
Anas bin Malik, bekas pembantu Rasulullah shollallaahu 'alaihi wa sallaam, yang kemudian menjadi penulis dan perawi hadits yang terkemuka.
Anas pernah meriwayatkan Rasulullah shollallaahu 'alaihi wa sallaam sangat mencintai dan menghormatinya, tidak pernah marah, tidak pernah mengeluarkan kata kata kasar, dan apalagi memukul dan menyiksanya.
Sikap Baginda Rasulullah shollallaahu 'alaihi wa sallaam yang begitu mencintai mereka, menyebabkan munculnya kekuatan berfikir, kekuatan karakter, dan munculnya keahlian mereka yang ternyata sangat luar biasa melampaui zamannya.
Bahkan beliau selalu mendahulukan para pembantunya untuk mencicipi makanan yang disajikannya. Tidak ada gap antara Rasul dengan umatnya, antara majikan dengan pembantunya,
Semuanya saling menghormati dan saling mencintai atas dasar nilai-nilai kemanusiaan yang universal dan komprehensip.
Hak Azasi Manusia (HAM) walaupun tidak didengung-dengungkan, tetapi langsung dipraktekkan dalam kehidupan sehari hari.
Justru sekarang, ketika HAM didengung-dengungkan, banyak majikan di berbagai negara, termasuk di Indonesia, yang memperlakukan kasar dan kejam para pembantunya.
Seolah-olah mereka bukan manusia yang punya hak hidup yang sama, yang harus dihormati dan dicintai, mereka dianggap makhluk hidup yang tidak perlu dipandang.
Mereka adalah makhluk yang boleh diperlakukan secara kasar dan kejam. Disekap, tidak diberi makan, bekerja tanpa mengenal waktu, disiksa, dan sangat menyedihkan gajinya pun berbulan bulan tidak diberikan.
Perilaku buruk tersebut mencerminkan kehidupan jahiliyyah yang tidak mengenal kasih sayang, kehidupan yang mencerminkan perilaku kebinatangan. Kita tidak pernah membayangkan hal itu banyak terjadi sekarang ini.
Dalam perspektif Islam, siapakah yang lebih mulia, majikan yang kasar dan jahat tersebut. atau pembantu yang teraniaya. Para pembaca bisa menjawab sendiri. Wallahu 'Alam bi Ash Shawab
Sumber: ROL, Oleh: KH Didin Hafidhuddin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar