Jumat, 09 Mei 2014

"Aisyah dan Ma'isyah"

"Aisyah dan Ma'isyah"

Aisyah adalah istri Rasulullah SAW yang paling sering dibahas dalam sejarah. Aisyah adalah icon istri idaman para lelaki bujangan.

Maisyah artinya sumber nafkah, api pembakar tungku di dapur, bensin penggerak mesin rumah tangga, perannya kecil tapi penting.

Aisyah & Maisyah adalah 2 hal yang menjadi faktor tarik-ulur para pemuda di penghujung masa lajangnya.

“Aisyah sih sudah ada, tapi maisyahnya belum siap.” Begitu kilah para pemuda ketika ditanya oleh ustadznya untuk segera menikah…

Maka setelah lulus kuliah, para pemudi sudah pasang sign “Yes, I’m ready…!” Tapi sayang, para pemuda masih duduk bimbang di pojok mesjid.

Pemuda jomblo: “cari Aisyah dulu apa maisyah dulu ya… pusing ah.”

Coba perhatikan perbincangan di kalangan jomblo saat menghadiri akad nikah atau resepsi pernikahan. Pemuda & Pemudi beda bahasannya.

Para pemudi colek pengantin, tanya bagaimana perasaannya, kenal dimana, dll | Pemuda colek pengantin & tanya “abis biaya berapa lu?”

Disinilah para pemuda harus diluruskan pemahamannya. Mereka menunda menikah hanya dengan alasan belum ada biaya untuk resepsi yang mahal.

Wahai para pemuda, ketahuilah semahal-mahal biaya resepsi, masih bisa nego, masih bisa juga patungan.

Tapi semurah-murahnya biaya hidup setelah menikah, itu tanggungjawabmu sendiri sebagai suami.

Saya ulangi: “Semahal apapun biaya resepsi, bisa nego & patungan. Tapi semurah apapun biaya hidup, harus dari kantong sendiri”

Maka benahi prioritasmu mengusahakan maisyah BUKAN untuk biaya resepsi, tapi untuk biaya hidup MANDIRI sesudah menikah.

Jadi kalau nabung habis-habisan buat pesta besar, lalu setelah itu numpang sama mertua, itu namanya TERLALU!!!

Tunda pernikahan dengan alasan belum punya dana buat resepsi, tapi malah ngabisin duit buat pacaran sana sini, itu namanya TERLALU

Tapi bagaimana kalau emang buat biaya hidup saja sepertinya belum cukup? Silakan baca QS.24:32

"Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah maha luas (pemberian-Nya) lagi maha mengetahui.“(QS.24:32)

HANYA dengan menikah saja, Allah berikan rezeki, apalagi kalau setelah menikah menjadi tambah tanggungjawab, tambah semangat berusaha.

Tapi gimana kalau calon mertua yang minta pesta pernikahan seperti ini itu? |Statusnya masih calon mertua kan? Kalau tidak sanggup, berarti tidak jodoh! Simple!

Lulus kuliah alasannya belum kerja. Sudah kerja alasannya belum karyawan tetap. Sudah diangkat, ada lagi alasannya ini itu.

Nunggu mapan baru nikah? Apa Nikah agar menjadi mapan?

Belum punya rumah, belum punya kendaraan, belum punya gaji tinggi, Itu cuma alasan. Yang benar adalah belum punya NYALI.

Kalau Anda menunggu mapan, agar bisa menarik hati wanita agar mau dinikahi. Kira2 apa ya alasannya dia mau?

Istilah Sakinah-Mawaddah-Warahmah: Damai-Cinta-Kasih, ini adalah tangga urutan tiada Kasih tanpa Cinta, & tiada Cinta tanpa Damai.

Sakinah-Mawaddah-Warahmah itu hadir setelah menikah. Sakinah itu artinya damai, tenang, mapan. Artinya mapan baru hadir setelah menikah.

Oke, Bab-1 selesai ya. Mantapkan niat, ubah prioritas keuangan, untuk hidup setelah menikah, bukan untuk resepsi mewah.



“Maisyah sudah ada, tapi Aisyah belum ketemu.” Itu juga alasan. Yang benar adalah belum ketemu NYALI untuk mencari Aisyah".

Untuk para pemuda, jangan tunggu mapan. Yang penting BERPENGHASILAN, sanggup bertanggungjawab menafkahi istri.

Untuk para pemudi, jangan tunggu pemuda tampan berkuda putih menjemputmu. Siapkan diri juga secara finansial. Siap start dari NOL.

Oke, niat sudah mantap. Aisyah sudah siap. Maisyah sedang dijemput.

  • Lanjut Bab-2 tentang Taaruf & Seleksi (tetep dari kacamata keuangan.)

Boleh tidak sih mempertimbangkan HARTA dari calon suami/istri? Boleh saja, tapi jangan jadikan sebagai pertimbangan utama.

Ingat rumus: Agama=1, Fisik=0, Keturunan=0, Harta=0, dan lain-lain nilainya 0 juga. Coba urutkan kriteria tersebut untuk dapat nilai yang tinggi.

Kalo kriterianya: Ganteng+Baikhati+DarahBiru+KayaRaya+AgamaOK, maka nilainya 00001. Alias 1 aja.

Coba kriterianya diubah… AgamanyaOK+Cantik/Ganteng+Pinter+KeturunanBaik2+KayaRaya, nilainya 10000. Makin banyak 0 makin bagus!

Oke dilanjut. Seleksi sudah selesai menggunakan rumus 1+0+0+0. Sekarang kita bahas taaruf alias “perkenalan”.

Ingat pepatah bilang. “Tak kenal, maka ta’aruf”, ini menjadi tahap yang penting juga.

Apa yang perlu dikenal dari calon pasangan? intinya sih penghasilan, gaya hidup, hutang. Tapi bagaimana cara tanya yang elegan?

Banyak pemudi yang ragu kalau harus tanya “emang gajimu berapa?” tak sedikit pula pemuda yang tidak mau terbuka kecuali ditanya.

Cewek matre: “mo ngasi makan apa lo berani ngelamar?” | Wanita solehah: “jelaskan, bagaimana caramu membawa makanan halal dalam rumah kita?”

Luruskan niat, tanya penghasilan bukan karena matre. Tapi minta kepastian bahwa hanya lelaki bertanggungjawab yang boleh menikahimu.

Luruskan niat, cerita tentang maisyah bukan karena sombong, tapi meyakinkan calonmu bahwa hanya harta halal yang akan dibawa pulang ke rumah.

“Malu mau jujur kasih tau, gajiku kan kecil, nanti ditolak….” Ada yg beralasan begini?

Jika Anda ditolak karena dianggap penghasilannya kecil. berBAHAGIAlah. karena Anda telah diselamatkan dari bahaya yang sangat besar.

Bayangkan seperti apa jadinya rumah tangga jika Anda mengaku berpenghasilan besar agar diterima mertua. Bahaya yang sangat besar.

Jangan bandingkan fasilitas calon suami (yang baru berapa tahun/bulan kerja) dengan fasilitas orangtua di rumah (yang sudah puluhan tahun kerja).

Maka wajar kalau harus ngontrak. Start bersama dari 0 itu lebih nikmat, jadi kenangan sampe tua.

JANGAN NILAI CALONMU DARI PENGHASILANNYA SEKARANG. TAPI NILAILAH IA DARI POTENSINYA DI MASA YANG AKAN DATANG.

Menunda pernikahan karena masalah keuangan, akan membuat Anda terjerumus pada masalah keuangan yang lebih besar di masa depan.

Masuk usia pensiun, anak masih belum lepas nafkah. Melahirkan anak di usia lebih dari 35 tahun berisiko tinggi.

Materi ini diambil dari buku “Aisyah & Maisyah: Persiapan Keuangan Menuju Pelaminan” terbitan GIP. Karya Ahmad Ghozali.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar