Rabu, 12 Februari 2014

"Salah Prinsip (ber)Utang"



"Salah Prinsip (ber)Utang"




Dalam urusan bisnis, terdapat beberapa aliran sesat yang disebarkan oleh mereka yang memiliki pemahaman yang keliru. Juga disebarkan oleh mereka yang sengaja mencari keuntungan dalam utang piutang.
Berikut di antara prinsip tersebut:




“Utang itu Mulia”
“Utang = Kepercayaan”
“Bisnis Tak Berkembang Tanpa Utang”

Saudaraku, apakah betul seperti itu?

Islam menyuruh umatnya agar menghindari utang semaksimal mungkin jika ia mampu membeli dengan tunai atau tidak dalam keadaan kesempitan ekonomi. Karena utang, menurut Rasulullah shollallaahu ‘alaihi wasallaam, merupakan penyebab kesedihan di malam hari dan kehinaan di siang hari. 

Utang juga dapat membahayakan akhlaq, sebagaimana sabda Rasulullah shollallaahu ‘alaihi wasallaam (artinya): “Sesungguhnya seseorang apabila berhutang, maka dia sering berkata lantas berdusta, dan berjanji lantas memungkiri.” (HR. Bukhari).

Rasulullah shollallaahu ‘alaihi wasallaam pernah menolak menshalatkan jenazah seseorang yang diketahui masih meninggalkan hutang dan tidak meninggalkan harta untuk membayarnya.

Rasulullah shollallaahu ‘alaihi wasallaam juga bersabda:

يُغْفَرُ لِلشَّهِيدِ كُلُّ ذَنْبٍ إِلاَّ الدَّيْنَ


Akan diampuni orang yang mati syahid semua dosanya, kecuali hutangnya.” (HR. Muslim III/1502 no.1886, dari Abdullah bin Amr bin Ash t).

Diriwayatkan dari Tsauban, mantan budak Rasulullah, dari Rasulullah shollallaahu ‘alaihi wasallaam, bahwa Beliau bersabda:

« مَنْ فَارَقَ الرُّوحُ الْجَسَدَ وَهُوَ بَرِىءٌ مِنْ ثَلاَثٍ دَخَلَ الْجَنَّةَ مِنَ الْكِبْرِ وَالْغُلُولِ وَالدَّيْنِ »


Barangsiapa yang rohnya berpisah dari jasadnya dalam keadaan terbebas dari tiga hal, niscaya masuk surga: (pertama) bebas dari sombong, (kedua) dari khianat, dan (ketiga) dari tanggungan hutang.” (HR. Ibnu Majah II/806 no: 2412, dan At-Tirmidzi IV/138 no: 1573. Dan di-shahih-kan oleh syaikh Al-Albani).

Dari Abu Hurairah rodhiallaahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shollallaahu ‘alaihi wasallaam bersabda:

« نَفْسُ الْمُؤْمِنِ مُعَلَّقَةٌ بِدَيْنِهِ حَتَّى يُقْضَى عَنْهُ »


Jiwa orang mukmin bergantung pada hutangnya hingga dilunasi.(HR. Ibnu Majah II/806 no.2413, dan At-Tirmidzi III/389 no.1078. dan di-shahih-kan oleh syaikh Al-Albani).

Dari Ibnu Umar rodhiallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah shollallaahu ‘alaihi wasallaam bersabda:

« مَنْ مَاتَ وَعَلَيْهِ دِينَارٌ أَوْ دِرْهَمٌ قُضِىَ مِنْ حَسَنَاتِهِ لَيْسَ ثَمَّ دِينَارٌ وَلاَ دِرْهَمٌ »


Barangsiapa meninggal dunia dalam keadaan menanggung hutang satu Dinar atau satu Dirham, maka dibayarilah (dengan diambilkan) dari kebaikannya; karena di sana tidak ada lagi Dinar dan tidak (pula) Dirham.(HR. Ibnu Majah II/807 no: 2414. dan di-shahih-kan oleh syaikh Al-Albani).

عَنْ أَبِى قَتَادَةَ أَنَّهُ سَمِعَهُ يُحَدِّثُ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- أَنَّهُ قَامَ فِيهِمْ فَذَكَرَ لَهُمْ « أَنَّ الْجِهَادَ فِى سَبِيلِ اللَّهِ وَالإِيمَانَ بِاللَّهِ أَفْضَلُ الأَعْمَالِ ». فَقَامَ رَجُلٌ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَرَأَيْتَ إِنْ قُتِلْتُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ تُكَفَّرُ عَنِّى خَطَايَاىَ فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « نَعَمْ إِنْ قُتِلْتَ فِى سَبِيلِ اللَّهِ وَأَنْتَ صَابِرٌ مُحْتَسِبٌ مُقْبِلٌ غَيْرُ مُدْبِرٍ ». ثُمَّ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « كَيْفَ قُلْتَ ». قَالَ أَرَأَيْتَ إِنْ قُتِلْتُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ أَتُكَفَّرُ عَنِّى خَطَايَاىَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « نَعَمْ وَأَنْتَ صَابِرٌ مُحْتَسِبٌ مُقْبِلٌ غَيْرُ مُدْبِرٍ إِلاَّ الدَّيْنَ فَإِنَّ جِبْرِيلَ عَلَيْهِ السَّلاَمُ قَالَ لِى ذَلِكَ »


Dari Abu Qatadah rodhiallaahu ‘anhu, bahwasannya Rasulullah shollallaahu ‘alaihi wasallaam pernah berdiri di tengah-tengah para sahabat, lalu Beliau mengingatkan mereka bahwa jihad di jalan Allah dan iman kepada-Nya adalah amalan yang paling afdhal. Kemudian berdirilah seorang sahabat, lalu bertanya, “Ya Rasulullah, bagaimana pendapatmu jika aku gugur di jalan Allah, apakah dosa-dosaku akan terhapus dariku?” Maka jawab Rasulullah shollallaahu ‘alaihi wasallaam kepadanya “Ya, jika engkau gugur di jalan Allah dalam keadaan sabar mengharapkan pahala, maju pantang melarikan diri.” Kemudian Rasulullah shollallaahu ‘alaihi wasallaam bersabda: “Melainkan hutang, karena sesungguhnya Jibril ’alaihissalam menyampaikan hal itu kepadaku.” (HR. Muslim III/1501 no: 1885, At-Tirmidzi IV/412 no:1712, dan an-Nasa’i VI: 34 no.3157. dan di-shahih-kan oleh syaikh Al-Albani dalam Irwa-ul Ghalil no: 1197).

Beradasrakan hadits-hadits di atas, dapat kita simpulkan bahwa orang yang berhutang akan berhadapan dengan keadaan keadaan berikut ini:

- Membuat sering berdusta
- Gelisah di malam hari, terhina di siang hari.
- Tidak mendapat syafa’at Rasulullah shollallaahu ‘alaihi wasallaam
- Jiwa tergadai
- Amal kebaikan menjadi penebus hutang
- Tertahan masuk syurga
- Meski meninggal secara syahid, tidak ada gunanya

Meskipun utang-piutang diperbolehkan oleh Allah Ta’ala, sebaiknya sebisa mungkin kita hindari. Kecuali sedang sangat membutuhkan. Dan khusunya bagi yang berhutang, jangan sampai ada niat menunda-nunda membayar utang, bahkan berniat tidak mau melunasinya. Begitupun bagi yang memberi utang, jangan sampai ada niatan untuk mengambil keuntungan. Karena itu termasuk riba. Dan para pemakan harta riba akan diberikan azab yang lebih dahsyat. (Mari kita baca “Utang dan Riba”). Na’udzu billaah.

Sumber:
Abufawaz, 2011. Keutamaan dan Bahaya Hutang.

Inspirasi tulisan ini penulis dapatkan setelah mengikuti Seminar “Rahasia Sukses Mengembangkan Usaha Tanpa Utang Tanpa Riba”, 8 Februari 2014 bersama Ustadz Syamsul Arifin.

Oleh: Fauzi Daeji Ahmad

Tidak ada komentar:

Posting Komentar