"Membahagiakan itu Bahagia"
Allah Ta'ala telah memberikan kepada sebagian orang harta yang banyak. Mereka telah diberi kemewahan oleh Allah, dimudahkan rezekinya, tapi sebagian dari mereka tidak merasakan kebahagiaan.
Sejatinya, Allah Ta'ala telah menunjukkan banyak cara untuk menggapai kebahagiaan. Dan, telah terbukti kebahagiaan itu tidak hanya diukur dengan harta, kemewahan, dan ketenaran. Ada perkara-perkara lain yang bisa menjadikan seseorang bahagia.
Bagaimana caranya agar bisa bahagia? Rasulullah shollallaahu 'alaihi wasallaam bersabda, “… manusia paling dicintai Allah adalah yang paling bermanfaat bagi manusia dan pekerjaan yang paling dicintai Allah adalah menggembirakan seorang Muslim atau menjauhkan kesusahan darinya atau membayarkan utangnya atau menghilangkan laparnya. Sungguh, aku berjalan bersama saudaraku yang Muslim untuk sebuah keperluan lebih aku cintai daripada beriktikaf di masjid ini (Masjid Nabawi) selama sebulan.” (HR Thabrani).
Beliau mengatakan, amalan menemani seorang Muslim untuk ia tunaikan kebutuhannya adalah amalan yang besar dan agung. Mengapa demikian? Karena, menolong orang lain, menghilangkan rasa laparnya, dan mengatasi kesulitannya merupakan amalan yang dicintai Allah.
Amalan tersebut akan memberikan pula kebahagian kepada para pelakunya. Ada seorang sahabat yang menemui Nabi. Sahabat ini mengeluhkan kekerasan dan kekakuan di dalam hatinya.
Ia tidak merasakan kebahagiaan. Nabi bersabda, “Jika engkau ingin hatimu lunak, berilah makan orang miskin dan usaplah kepala anak yatim.” (HR Ahmad).
Mungkin di antara kita ada yang bertanya, apa hubungannya kebahagiaan dengan memberi makan orang miskin? Apa hubungannya kebahagiaan dengan mengusap kepala anak yatim? Apa hubungan hal ini dengan kelembutan hati dan kebahagiaan?
Kita perlu mengingat, dalam agama kita ada sebuah prinsip, yaitu balasan itu sesuai amalan. Jika seorang hamba berusaha menyenangkan hati orang lain, memikirkan kesulitan yang dihadapi orang lain, Allah Ta'ala juga akan menyenangkan hatinya.
Oleh karena itu, kita menemukan sebagian orang berletih-letih dan bersusah payah pergi ke tempat jauh untuk membantu kaum Muslimin yang lain. Mereka tidak pernah merasakan keletihan, padahal itu pekerjaan yang sangat berat.
Mungkin, mereka tidak mendapatkan balasan sepeserpun di dunia, akan tetapi mengapa mereka bisa begitu betah melakukan itu semua? Karena, ada kebahagiaan yang mereka dapatkan. Karena itu, manusia paling berbahagia di muka bumi ini adalah Nabi.
Mengapa? Karena beliau adalah orang yang paling memikirkan bagaimana caranya membahagiakan orang lain. Ummul mukminin, Khadijah radhiallaahu 'anha, juga pernah memuji sifat suaminya ini ketika Rasulullah shollallaahu 'alaihi wasallaam merasa takut bahwa dirinya terancam saat menerima wahyu pertama.
“Janganlah begitu, bergembiralah! Demi Allah, Allah tidak akan menghinakanmu, selama-lamanya. Demi Allah! Sesungguhnya, kamu telah menyambung tali persaudaraan, berbicara jujur, memikul beban orang lain, suka membantu orang yang tidak punya, menjamu tamu, dan sentiasa mendukung kebenaran.” (HR Al-Bukhari 4572 dan Muslim 231).
Dalam hadis lainnya dikisahkan, ada seorang budak wanita yang masih kecil menarik tangan Nabi untuk menunaikan suatu keperluannya. Nabi membiarkan budak tersebut membawanya ke tempat yang ia inginkan. Mengapa ini semua beliau lakukan?
Karena, beliau sangat ingin memasukkan kebahagiaan di hati orang lain. Rasulullah shollalaahu 'alaihi wasallaam menjadi orang yang paling berkeinginan membahagiakan orang lain. Perbuatan mulia itu membuat Nabi menjelma menjadi orang paling berbahagia.
REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Amir Rifa'i (judul asli "Bahagiakan Orang Lain")
Allah Ta'ala telah memberikan kepada sebagian orang harta yang banyak. Mereka telah diberi kemewahan oleh Allah, dimudahkan rezekinya, tapi sebagian dari mereka tidak merasakan kebahagiaan.
Sejatinya, Allah Ta'ala telah menunjukkan banyak cara untuk menggapai kebahagiaan. Dan, telah terbukti kebahagiaan itu tidak hanya diukur dengan harta, kemewahan, dan ketenaran. Ada perkara-perkara lain yang bisa menjadikan seseorang bahagia.
Bagaimana caranya agar bisa bahagia? Rasulullah shollallaahu 'alaihi wasallaam bersabda, “… manusia paling dicintai Allah adalah yang paling bermanfaat bagi manusia dan pekerjaan yang paling dicintai Allah adalah menggembirakan seorang Muslim atau menjauhkan kesusahan darinya atau membayarkan utangnya atau menghilangkan laparnya. Sungguh, aku berjalan bersama saudaraku yang Muslim untuk sebuah keperluan lebih aku cintai daripada beriktikaf di masjid ini (Masjid Nabawi) selama sebulan.” (HR Thabrani).
Beliau mengatakan, amalan menemani seorang Muslim untuk ia tunaikan kebutuhannya adalah amalan yang besar dan agung. Mengapa demikian? Karena, menolong orang lain, menghilangkan rasa laparnya, dan mengatasi kesulitannya merupakan amalan yang dicintai Allah.
Amalan tersebut akan memberikan pula kebahagian kepada para pelakunya. Ada seorang sahabat yang menemui Nabi. Sahabat ini mengeluhkan kekerasan dan kekakuan di dalam hatinya.
Ia tidak merasakan kebahagiaan. Nabi bersabda, “Jika engkau ingin hatimu lunak, berilah makan orang miskin dan usaplah kepala anak yatim.” (HR Ahmad).
Mungkin di antara kita ada yang bertanya, apa hubungannya kebahagiaan dengan memberi makan orang miskin? Apa hubungannya kebahagiaan dengan mengusap kepala anak yatim? Apa hubungan hal ini dengan kelembutan hati dan kebahagiaan?
Kita perlu mengingat, dalam agama kita ada sebuah prinsip, yaitu balasan itu sesuai amalan. Jika seorang hamba berusaha menyenangkan hati orang lain, memikirkan kesulitan yang dihadapi orang lain, Allah Ta'ala juga akan menyenangkan hatinya.
Oleh karena itu, kita menemukan sebagian orang berletih-letih dan bersusah payah pergi ke tempat jauh untuk membantu kaum Muslimin yang lain. Mereka tidak pernah merasakan keletihan, padahal itu pekerjaan yang sangat berat.
Mungkin, mereka tidak mendapatkan balasan sepeserpun di dunia, akan tetapi mengapa mereka bisa begitu betah melakukan itu semua? Karena, ada kebahagiaan yang mereka dapatkan. Karena itu, manusia paling berbahagia di muka bumi ini adalah Nabi.
Mengapa? Karena beliau adalah orang yang paling memikirkan bagaimana caranya membahagiakan orang lain. Ummul mukminin, Khadijah radhiallaahu 'anha, juga pernah memuji sifat suaminya ini ketika Rasulullah shollallaahu 'alaihi wasallaam merasa takut bahwa dirinya terancam saat menerima wahyu pertama.
“Janganlah begitu, bergembiralah! Demi Allah, Allah tidak akan menghinakanmu, selama-lamanya. Demi Allah! Sesungguhnya, kamu telah menyambung tali persaudaraan, berbicara jujur, memikul beban orang lain, suka membantu orang yang tidak punya, menjamu tamu, dan sentiasa mendukung kebenaran.” (HR Al-Bukhari 4572 dan Muslim 231).
Dalam hadis lainnya dikisahkan, ada seorang budak wanita yang masih kecil menarik tangan Nabi untuk menunaikan suatu keperluannya. Nabi membiarkan budak tersebut membawanya ke tempat yang ia inginkan. Mengapa ini semua beliau lakukan?
Karena, beliau sangat ingin memasukkan kebahagiaan di hati orang lain. Rasulullah shollalaahu 'alaihi wasallaam menjadi orang yang paling berkeinginan membahagiakan orang lain. Perbuatan mulia itu membuat Nabi menjelma menjadi orang paling berbahagia.
REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Amir Rifa'i (judul asli "Bahagiakan Orang Lain")
Tidak ada komentar:
Posting Komentar