"Membeli Waktu"
Seperti biasa, seorang Ayah yang super sibuk tiba di rumahnya pada pukul 9 malam.Tapi tidak seperti biasa, putra pertamanya yang baru kelas 2 SD membukakan pintu untuknya. Tampaknya, ia sudah menunggu cukup lama.
"Kok belum tidur?" sapa ayahnya.
"Aku menunggu Ayah pulang," jawabnya polos.
"Memang ada apa?" tanya ayahnya penuh penasaran.
Biasanya anaknya memang sudah lelap ketika ia pulang dan baru terjaga ketika akan berangkat ke kantor pagi hari.
"Soalnya aku mau bertanya berapa sih gaji ayah?" jawabnya penuh semangat.
"Tumben kok nanya gaji Ayah? Mau minta uang lagi ya?"
"Ah enggak, pengen tahu aja."
"O..ya, kamu boleh hitung sendiri. Setiap hari Ayah bekerja 10 jam dan dibayar Rp400.000. Sabtu-Minggu libur jadi setiap bulan rata-rata dihitung 22 hari kerja. Tapi itu belum termasuk lembur. Jadi coba hitung, gaji Ayah dalam satu bulan berapa, hayo?"
Anaknya langsung berlari mengambil kertas dan pensil di meja belajarnya, sementara sang Ayah melepas sepatu dan menyalakan televisi. Ketika beranjak menuju ke kamar, anaknya berlari mengikutinya.
"Kalau untuk 10jam Ayah dibayar Rp400.000, berarti satu jam ayah digaji Rp40.000 ya?" tanyanya.
"Wah, pinter kamu. Sudah, sekarang cuci kaki terus bobo ya!"
Tapi anaknya tidak beranjak. Sambil menyaksikan ayahnya berganti pakaian, dia malah bertanya,
"Ayah, aku boleh pinjam uang Rp5.000 nggak?"
"Sudah, nggak usah macam-macam. Buat apa minta uang malam-malam begini? Tidurlah!"
"Tapi, Ayah..."
"Ayah capek dan mau mandi dulu. Tidurlah!"
"Tapi.."
"Ayah bilang, tidur!" kali ini dengan nada suara yang tinggi. Anak kecil itu terkaget dan lalu berbalik menuju kamarnya sambil merunduk.
¤¤¤
Usai mandi, sang Ayah menyesali hardikannya. Ia pun menengok ke kamar anaknya. Ternyata, anaknya belum tidur. Didapatinya sedang terisak-isak pelan sambil memegang uang Rp15.000. Sambil duduk dan mengelus kepala anaknya, sang Ayah berkata:
"Maafkan Ayah, Nak. Ayah sayang sama kamu. Buat apa sih, minta uang malam-malam begini? Kalau mau beli mainan, besok kan bisa. Jangankan Rp5.000, lebih dari itu pun Ayah akan beri," jelasnya penuh sesal.
"Ayah, aku nggak minta uang. Aku pinjam. Nanti aku kembalikan kalau sudah menabung lagi dari uang jajan selama seminggu ini," jelasnya.
"Iya, iya. Tapi buat apa, Nak?" tanya ayahnya lembut dan penuh kasih sayang.
"Aku menunggu Ayah dari jam 8. Aku mau ajak Ayah main ular tangga. 30 menit saja. Ibu sering bilang kalau waktu Ayah sangat berharga. Jadi, aku mau beli waktu Ayah. Aku buka tabunganku, ada Rp15.000. Tetapi karena Ayah bilang satu jam dibayar Rp40.000, maka setengah jam harus Rp20.000. Uangku kurang Rp5.000, makanya aku mau pinjam dari Ayah," papar anaknya polos sambil masih terisak.
Ayahnya terdiam. Ia kehilangan kata-kata. Tanpa terasa butir air mata menetes dari pelupuk mata. Dipeluknya anaknya yang jarang diberinya waktu dan perhatian itu erat-erat.
[selesai]
*Sumber: "Hadiah Terindah" hal 187 (catatan 24 Agustus 2012)*
Seperti biasa, seorang Ayah yang super sibuk tiba di rumahnya pada pukul 9 malam.Tapi tidak seperti biasa, putra pertamanya yang baru kelas 2 SD membukakan pintu untuknya. Tampaknya, ia sudah menunggu cukup lama.
"Kok belum tidur?" sapa ayahnya.
"Aku menunggu Ayah pulang," jawabnya polos.
"Memang ada apa?" tanya ayahnya penuh penasaran.
Biasanya anaknya memang sudah lelap ketika ia pulang dan baru terjaga ketika akan berangkat ke kantor pagi hari.
"Soalnya aku mau bertanya berapa sih gaji ayah?" jawabnya penuh semangat.
"Tumben kok nanya gaji Ayah? Mau minta uang lagi ya?"
"Ah enggak, pengen tahu aja."
"O..ya, kamu boleh hitung sendiri. Setiap hari Ayah bekerja 10 jam dan dibayar Rp400.000. Sabtu-Minggu libur jadi setiap bulan rata-rata dihitung 22 hari kerja. Tapi itu belum termasuk lembur. Jadi coba hitung, gaji Ayah dalam satu bulan berapa, hayo?"
Anaknya langsung berlari mengambil kertas dan pensil di meja belajarnya, sementara sang Ayah melepas sepatu dan menyalakan televisi. Ketika beranjak menuju ke kamar, anaknya berlari mengikutinya.
"Kalau untuk 10jam Ayah dibayar Rp400.000, berarti satu jam ayah digaji Rp40.000 ya?" tanyanya.
"Wah, pinter kamu. Sudah, sekarang cuci kaki terus bobo ya!"
Tapi anaknya tidak beranjak. Sambil menyaksikan ayahnya berganti pakaian, dia malah bertanya,
"Ayah, aku boleh pinjam uang Rp5.000 nggak?"
"Sudah, nggak usah macam-macam. Buat apa minta uang malam-malam begini? Tidurlah!"
"Tapi, Ayah..."
"Ayah capek dan mau mandi dulu. Tidurlah!"
"Tapi.."
"Ayah bilang, tidur!" kali ini dengan nada suara yang tinggi. Anak kecil itu terkaget dan lalu berbalik menuju kamarnya sambil merunduk.
¤¤¤
Usai mandi, sang Ayah menyesali hardikannya. Ia pun menengok ke kamar anaknya. Ternyata, anaknya belum tidur. Didapatinya sedang terisak-isak pelan sambil memegang uang Rp15.000. Sambil duduk dan mengelus kepala anaknya, sang Ayah berkata:
"Maafkan Ayah, Nak. Ayah sayang sama kamu. Buat apa sih, minta uang malam-malam begini? Kalau mau beli mainan, besok kan bisa. Jangankan Rp5.000, lebih dari itu pun Ayah akan beri," jelasnya penuh sesal.
"Ayah, aku nggak minta uang. Aku pinjam. Nanti aku kembalikan kalau sudah menabung lagi dari uang jajan selama seminggu ini," jelasnya.
"Iya, iya. Tapi buat apa, Nak?" tanya ayahnya lembut dan penuh kasih sayang.
"Aku menunggu Ayah dari jam 8. Aku mau ajak Ayah main ular tangga. 30 menit saja. Ibu sering bilang kalau waktu Ayah sangat berharga. Jadi, aku mau beli waktu Ayah. Aku buka tabunganku, ada Rp15.000. Tetapi karena Ayah bilang satu jam dibayar Rp40.000, maka setengah jam harus Rp20.000. Uangku kurang Rp5.000, makanya aku mau pinjam dari Ayah," papar anaknya polos sambil masih terisak.
Ayahnya terdiam. Ia kehilangan kata-kata. Tanpa terasa butir air mata menetes dari pelupuk mata. Dipeluknya anaknya yang jarang diberinya waktu dan perhatian itu erat-erat.
[selesai]
*Sumber: "Hadiah Terindah" hal 187 (catatan 24 Agustus 2012)*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar