"Paksaan"
Kita, Manusia yang Butuh dengan Pemaksaan
Underground Tauhid–Semua orang, pada umumnya tidak suka dipaksa. Paksaan adalah perbuatan yang secara psikologis membuat kita tidak nyaman dalam melakukan sesuatu. Jika kita dipaksa, ada satu dalam diri yang akan berontak untuk menolaknya, melawannya, karena sekali lagi, pada dasarnya kita tidak suka dipaksa.
Sejak kecil, kalau kita ingat-ingat lagi, ternyata kita sering mengalami paksaan untuk melakukan sesuatu. Bahkan untuk melakukan hal-hal baik pun kita sering dipaksa oleh orang tua kita. Seperti misalnya pada saat sakit, kita pernah dipaksa makan gara-gara lidah kita pahit atau lambung kita perih sehingga tidak selera makan. Atau pada saat kita malas-malasan melakukan shalat, kita juga dipaksa untuk menunaikannya. Padahal kita malas. Tapi tetap saja dipaksa. Waktu masih TK juga gitu. Saat kita males banget pergi ke sekolah dan ingin main-main dirumah saja, kita juga dipaksa masuk sekolah. Masih banyak lagi paksaan yang kita dapat semasa dulu kita masih kecil.
Sebagian dari kita yang kini sudah dewasa mungkin kemudian sadar bahwa maksud dari paksaan yang orang tua lakukan pada kita dulu adalah sesuatu yang berharga. Sebagian orang dari kita sadar bahwa andaikata dulu tidak dipaksa dan kita hanya menuruti kemauan kita sendiri, mungkin kondisi kita tidak sebaik seperti sekarang ini. Banyak diantara kita yang sadar akan hal-hal baik saat ini adalah buah pemaksaan yang dulu dilakukan oleh orang tua kita. Seandainya dulu tidak dipaksa, mungkin kita bisa jadi akan terbiasa meninggalkan shalat, tidak bisa mengaji, jadi orang bodoh yang tidak mencintai ilmu pengetahuan yang diajarkan disekolah.
Tapi sebagian dari kita mungkin masih saja belum memahami kenapa mereka dulu dipaksa-paksa seperti itu, sehingga sampai kini mereka masih meninggalkan bekas trauma terhadap pemaksaan-pemaksaan yang dilakukan orang tuanya. Memang tidak bisa dipungkiri, bahwa setiap orang tua juga memiliki kapasitas yang berbeda-beda. Tingkat pengetahuan dan pemahaman mereka tentang pola didik menjadi penting dalam menentukan output hasil dari pemaksaan yang mereka lakukan kepada anak-anaknya.
Setelah saya pikir-pikir, ternyata dibalik keberhasilan dari paksaan-paksaan orang tua kita itu ada beberapa keyword yang harus disertakan. Yang pertama, setiap paksaan itu harus berlandaskan alasan-alasan yang logis dan kuat yang bisa dijadikan argumen orang tua agar paksaannya diterima oleh sang anak. Disini artinya orang tua wajib memiliki pengetahuan yang cukup untuk memberikan alasan kenapa anaknya harus shalat, harus bisa ngaji, harus sekolah, dan lain sebagainya. Karena kelak sang anak kelak cepat atau lambat akan paham akan alasan-alasan itu. Meski diawal sang anak belum bisa mengerti, tapi sumday dia pasti akan mengerti. InshaAllah.
Kedua, keberhasilan paksaan itu harus dilakukan dengan cara yang baik dan tidak berlebih-lebihan. Orang tua yang ingin anaknya melakukan kebaikan harus memaksanya dengan cara yang baik pula. Tidak dengan kekerasan baik fisik maupun verbal. Karena kata-kata kasar, apalagi kotor, justru akan menjadikan kebaikan yang dipaksakan oleh orang tua terlihat buruk dan hina. Begitu pula dengan sikap kasar lainnya seperti memukul sampai membekas, menampar, menjewer telinga, menjambak, dan banyak lainnya.
InshaAllah tips-tips itu efektif jika kita terapkan kelak ketika sudah jadi orangtua. Jangan lupa tambahkan doa-doa kita kepada anak-anak kita disetiap shalat-shalat kita. Tanpa doa kita sebagai orangtuanya, tidak mungkin Allah Swt membantu kita memberikan solusi kemudahan dalam mendidik mereka.
Saya bukan ahli parenting. Saya hanya bisa merasakan apa yang saya rasakan dahulu ketika masih dalam didikan orang tua saya, ditambah dengan pengalaman 6 tahun ini mendidik anak-anak saya. Kini saya sadar bahwa pemaksaan dalam kebaikan itu begitu saya butuhkan. Saya merasa sangat membutuhkan paksaan-paksaan itu sampai ketika dewasa seperti sekarang saya harus sering memaksa diri saya melakukan kebaikan-kebaikan disaat mulai malas. Saya juga sering memaksa diri saya meninggalkan kemaksiatan disaat saya mulai menyukainya. Saya benar-benar ketagihan dipaksa, karena saya memang butuh.
Saya merasa paksaan ini penting dikala hati saya mulai bertarung dengan hawa nafsu saya sendiri. Saya paham bahwa kebutuhan akan paksaan ini membuktikan bahwa memang ketaqwaan saya belum begitu tinggi. Saya sadar bahwa ketaqwaan ini baru akan saya capai kalau saya terbiasa melakukan kebaikan-kebaikan itu. Hingga suatu titik dimana saya tidak perlu memaksa diri saya lagi untuk melakukannya.
Awalnya terpaksa, kemudian menjadi terbiasa.
Maha Suci Allah Swt yang telah menuntun kita untuk rela dipaksa untuk melakukan kebaikan. Wallahu a’lam.*[]
—
Catatan: Selepas ini, jika anda merasakan hikmah dari paksaan-paksaan orang tua anda kepada anda sehingga kini anda bisa mengenal Islam, bisa menjaga shalat, bisa mengaji, bisa membaca, bisa memiliki banyak ilmu, bisa bekerja di tempat yang bagus, maka berterima kasihlah kepada mereka. Doakan mereka berdua, dan bahagiakan mereka dalam sisa hidupnya. Merekalah yang paling berjasa atas seluruh kesuksesan anda dan tidak pernah meminta imbalan atasnya!
Oleh : Aditya Abdurrahman
[Curhat Mingguan Ke-115, 16-05-2014, 13:17 WIB]
Kita, Manusia yang Butuh dengan Pemaksaan
Underground Tauhid–Semua orang, pada umumnya tidak suka dipaksa. Paksaan adalah perbuatan yang secara psikologis membuat kita tidak nyaman dalam melakukan sesuatu. Jika kita dipaksa, ada satu dalam diri yang akan berontak untuk menolaknya, melawannya, karena sekali lagi, pada dasarnya kita tidak suka dipaksa.
Sejak kecil, kalau kita ingat-ingat lagi, ternyata kita sering mengalami paksaan untuk melakukan sesuatu. Bahkan untuk melakukan hal-hal baik pun kita sering dipaksa oleh orang tua kita. Seperti misalnya pada saat sakit, kita pernah dipaksa makan gara-gara lidah kita pahit atau lambung kita perih sehingga tidak selera makan. Atau pada saat kita malas-malasan melakukan shalat, kita juga dipaksa untuk menunaikannya. Padahal kita malas. Tapi tetap saja dipaksa. Waktu masih TK juga gitu. Saat kita males banget pergi ke sekolah dan ingin main-main dirumah saja, kita juga dipaksa masuk sekolah. Masih banyak lagi paksaan yang kita dapat semasa dulu kita masih kecil.
Sebagian dari kita yang kini sudah dewasa mungkin kemudian sadar bahwa maksud dari paksaan yang orang tua lakukan pada kita dulu adalah sesuatu yang berharga. Sebagian orang dari kita sadar bahwa andaikata dulu tidak dipaksa dan kita hanya menuruti kemauan kita sendiri, mungkin kondisi kita tidak sebaik seperti sekarang ini. Banyak diantara kita yang sadar akan hal-hal baik saat ini adalah buah pemaksaan yang dulu dilakukan oleh orang tua kita. Seandainya dulu tidak dipaksa, mungkin kita bisa jadi akan terbiasa meninggalkan shalat, tidak bisa mengaji, jadi orang bodoh yang tidak mencintai ilmu pengetahuan yang diajarkan disekolah.
Tapi sebagian dari kita mungkin masih saja belum memahami kenapa mereka dulu dipaksa-paksa seperti itu, sehingga sampai kini mereka masih meninggalkan bekas trauma terhadap pemaksaan-pemaksaan yang dilakukan orang tuanya. Memang tidak bisa dipungkiri, bahwa setiap orang tua juga memiliki kapasitas yang berbeda-beda. Tingkat pengetahuan dan pemahaman mereka tentang pola didik menjadi penting dalam menentukan output hasil dari pemaksaan yang mereka lakukan kepada anak-anaknya.
Setelah saya pikir-pikir, ternyata dibalik keberhasilan dari paksaan-paksaan orang tua kita itu ada beberapa keyword yang harus disertakan. Yang pertama, setiap paksaan itu harus berlandaskan alasan-alasan yang logis dan kuat yang bisa dijadikan argumen orang tua agar paksaannya diterima oleh sang anak. Disini artinya orang tua wajib memiliki pengetahuan yang cukup untuk memberikan alasan kenapa anaknya harus shalat, harus bisa ngaji, harus sekolah, dan lain sebagainya. Karena kelak sang anak kelak cepat atau lambat akan paham akan alasan-alasan itu. Meski diawal sang anak belum bisa mengerti, tapi sumday dia pasti akan mengerti. InshaAllah.
Kedua, keberhasilan paksaan itu harus dilakukan dengan cara yang baik dan tidak berlebih-lebihan. Orang tua yang ingin anaknya melakukan kebaikan harus memaksanya dengan cara yang baik pula. Tidak dengan kekerasan baik fisik maupun verbal. Karena kata-kata kasar, apalagi kotor, justru akan menjadikan kebaikan yang dipaksakan oleh orang tua terlihat buruk dan hina. Begitu pula dengan sikap kasar lainnya seperti memukul sampai membekas, menampar, menjewer telinga, menjambak, dan banyak lainnya.
InshaAllah tips-tips itu efektif jika kita terapkan kelak ketika sudah jadi orangtua. Jangan lupa tambahkan doa-doa kita kepada anak-anak kita disetiap shalat-shalat kita. Tanpa doa kita sebagai orangtuanya, tidak mungkin Allah Swt membantu kita memberikan solusi kemudahan dalam mendidik mereka.
Saya bukan ahli parenting. Saya hanya bisa merasakan apa yang saya rasakan dahulu ketika masih dalam didikan orang tua saya, ditambah dengan pengalaman 6 tahun ini mendidik anak-anak saya. Kini saya sadar bahwa pemaksaan dalam kebaikan itu begitu saya butuhkan. Saya merasa sangat membutuhkan paksaan-paksaan itu sampai ketika dewasa seperti sekarang saya harus sering memaksa diri saya melakukan kebaikan-kebaikan disaat mulai malas. Saya juga sering memaksa diri saya meninggalkan kemaksiatan disaat saya mulai menyukainya. Saya benar-benar ketagihan dipaksa, karena saya memang butuh.
Saya merasa paksaan ini penting dikala hati saya mulai bertarung dengan hawa nafsu saya sendiri. Saya paham bahwa kebutuhan akan paksaan ini membuktikan bahwa memang ketaqwaan saya belum begitu tinggi. Saya sadar bahwa ketaqwaan ini baru akan saya capai kalau saya terbiasa melakukan kebaikan-kebaikan itu. Hingga suatu titik dimana saya tidak perlu memaksa diri saya lagi untuk melakukannya.
Awalnya terpaksa, kemudian menjadi terbiasa.
Maha Suci Allah Swt yang telah menuntun kita untuk rela dipaksa untuk melakukan kebaikan. Wallahu a’lam.*[]
—
Catatan: Selepas ini, jika anda merasakan hikmah dari paksaan-paksaan orang tua anda kepada anda sehingga kini anda bisa mengenal Islam, bisa menjaga shalat, bisa mengaji, bisa membaca, bisa memiliki banyak ilmu, bisa bekerja di tempat yang bagus, maka berterima kasihlah kepada mereka. Doakan mereka berdua, dan bahagiakan mereka dalam sisa hidupnya. Merekalah yang paling berjasa atas seluruh kesuksesan anda dan tidak pernah meminta imbalan atasnya!
Oleh : Aditya Abdurrahman
[Curhat Mingguan Ke-115, 16-05-2014, 13:17 WIB]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar