Jumat, 04 Juli 2014

"Marhaban ya Ramadhon"

"Marhaban Ya Romadhon"

 Marhaban  barasal  dari  kata rahb yang  berarti  luas  atau lapang. Marhaban  menggambarkan suasana  penerimaan  tetamu  yang disambut dan diterima dengan lapang dada, dan penuh  kegembiraan.

Marhaban  ya Ramadhan (selamat datang Ramadhan), mengandungi arti bahwa   kita menyambut Ramadhan dengan  lapang   dada,   penuh kegembiraan,  tidak dengan keluhan. Rasulullah  sendiri  senantiasa menyambut  gembira   setiap datangnya Ramadhan.  Dan  berita gembira  itu  disampaikan  pula kepada para sahabatnya seraya bersabda:

"Sungguh  telah datang kepadamu bulan Ramadhan,  bulan  yang penuh keberkatan. Allah telah memfardlukan atas kamu puasanya. Di dalam bulan Ramadhan dibuka segala pintu surga dan dikunci segala pintu  neraka  dan dibelenggu seluruh setan.  Padanya  ada  suatu malam  yang lebih  baik dari seribu  bulan.  Barangsiapa  tidak diberikan  kepadanya  kebaikan malam itu maka  sesungguhnya  dia telah dijauhkan dari kebajikan" (Hr. Ahmad)


Marhaban Ramadhan, kita ucapkan untuk bulan suci itu, karena kita mengharapkan  agar jiwa raga kita diasah  dan  diasuh  guna melanjutkan perjalanan menuju Allah ta'ala.

Perjalanan  menuju Allah ta'ala itu dilukiskan oleh para  ulama salaf  sebagai perjalanan yang banyak ujian dan  tentangan.  Ada gunung  yang harus didaki, itulah nafsu.  Digunung  itu  ada lereng  yang  curam, belukar yang hebat, bahkan  banyak  perompak yang  mengancam, serta iblis yang merayu, agar perjalanan  tidak dilanjutkan.  Bertambah  tinggi gunung  didaki,  bertambah hebat ancaman  dan  rayuan, semakin curam dan ganas  pula  perjalanan. Tetapi,  bila  tekad  tetap membaja, sebentar  lagi  akan  tampak cahaya benderang, dan saat itu akan tampak dengan jelas  rambu-rambu  jalan, tampak tempat-tempat yang  indah  untuk  berteduh, serta  telaga-telaga jernih untuk melepaskan  dahaga.  Dan  bila perjalanan  dilanjutkan akan ditemukan kendaraan Ar-Rahman  untuk mengantar sang musafir bertemu dengan kekasihnya.

Untuk sampai pada tujuan tentu diperlukankan bekal yang  cukup. Bekal  itu adalah benih-benih kebajikan yang  harus  kita  tabur didalam  jiwa kita. Tekad yang keras dan membaja untuk  memerangi nafsu, agar kita mampu menghidupkan malam Ramadhan dengan  shalat dan  tadarrus, serta siangnya dengan ibadah kepada Allah  melalui pengabdian untuk agama.

SPIRITUALISME DAN MATERIALISME

Puasa  Ramadhan  hakekatnya  adalah  melatih dan  mengajari naluri  (instink) manusia yang cenderung tak  terkontrol. Naluri yang sulit terkotrol dan terkendali itu adalah naluri perut  yang selalu  menuntut  untuk  makan dan minum  dan naluri  seks  yang selalu bergelora sehingga manusia kewalahan untuk mengekang  dua naluri ini.

Dalam  sejarah  manusia didapatkan dua falsafah  yang  dapat menguasai  dan mendominasi kebanyakan manusia,  yakni  falsafah materialisme yang berorientsi pada materi  saja,  dan  falsafah spiritualisme yang hanya berorientasi pada rohaniah saja.

Orang-orang  yang berorientasi materi - terdiri dari  orang-orang atheis, komunis dan animisme dan berhalaisme - mereka hidup untuk dunianya saja. Mereka melepaskan kenhendak nalurinya dan  tak pernah  puas. Bila terpenuhi satu keinginannya, timbul  keinginan baru  begitu seterusnya. Sahwat manusia bila sudah terbakar  maka akan  menyeret dari sedikit ke yang banyak, dari banyak  ke  yang terbanyak.

Allah  mengecam orang-orang seperti ini: "Biarkanlah  mereka makan,  dan bersenang-senang, mereka dilalaikan oleh  angan-angan dan mereka akan mengetahui akibatnya".(QS Al Hijr 3). Ayat lain: "Orang-orang  kafir  mereka bersenang-senang  dan  makan  seperti binatang ternak makan. Dan neraka adalah tempat  tinggalnya".(QS Muhammad 12)

Mereka hidup di dunia ini dalam keadaan kosong. Jiwanya dikuasai nafsunya, menghalalkan segala cara, dan dihari kiamat  nanti mereka mendapat balasan yang setimpal. "Demikian itu  bersenang-senang di bumi tanpa haq dan mereka sombong".(QS Ghofir 75) Sementara filsafat spiritualisme yang didasarkan pada  kerahiban, berpandangan  bahwa pengabdian kepada Tuhan harus menekan naluri seks mengikis habis pendorong-pendorongnya dan mematikannya  yang juga  diatasi dengan mengurangi makan. Dengan kata lain  mereka masuk dalam  kancah peperangan  melawan  jasad   manusiawinya. Filsafat ini dilakukan oleh gereja sejak dahulu kala.

Orang-orang Barat dewasaa ini melepaskan diri dari  filsafat gereja,  mereka menggunakan waktu dan  harta  kekayaannya  untuk memenuhi sahwat jasmaninya.  Filsafat  spiritualismenya   telah lenyap,  bahkan gereja-gereja  sudah  tiada  lagi  pengunjungnya walaupun pada hari Minggu. Seandainya masih ada, itu hanya  sekelompok minoritas yang hidup di dunia Islam.

Agama  Islam  adalah  agama yang  seimbang.  Ia  menghormati rohani dan jasmani sekaligus, ia memperhatikan nilai-nilai  ideal manusia,  tapi juga menjamin kebutuhan hidup  naluri  duniawinya asal dalam ruang keutamaan, ketaatan, kehormatan.

Ia  membolehkan  manusia makan dengan  catatan  dalam  batas kewajaran  dan kehormatan. "Makanlah dan minumlah,  berpakaianlah dan bersedekahlah  tanpa berlebih-lebihan  dan  tidak  diiringi kesombongan".(HR Bikhari)

Islam mengimbangkan antara ruhani dan jasmani. "Ya Allah, a ku  berlindung kepadamu dari lapar, karena sesungguhnya  seburuk- buruk  tidur adalah dalam keadaan  lapar.  Dan  aku  berlindung kepadamu  dari khianat, karena itu adalah  seburuk-buruk  suasana kejiwaan".(HR Abu Daud)

Islam  memperhatikan  kehidupan  dunia  dan  akherat,   "Dan dikatakan kepada orang-orang yang bertaqwa: Apa yang Tuhan kalian turunkan? Mereka berkata: 'Keuntungan bagi  orang-orang  yang berbuat  baik  di dunia ini dan akherat lebih  baik,  dan  sebaik tempat bagi orang-orang yang bertaqwa".(QS AN Nahl 30)

Ajaran Islam  datang untuk mensucikan  manusia,  mengangkat darjatnya,  ia mensucikan fisikalnya dengan mandi  dan  berwudlu, mensucikan jiwanya denga ruku' dan sujud. Islam  adalah  jasmani dan  ruhani,  dunia  dan akherat dengan  falsafah  puasa.  Islam menegaskan bahwa manusia terdiri dari jasmani dan ruhani.

Nilai  manusia  tidak terletak pada  jasadnya,  akan  tetapi terletak pada ruhani yang menggerakkannya. Kerena ruhani  inilah, Allah memerintahkan pada malaikatnya untuk hormat kepada manusia, karena ruhani datangnya dari Allah swt. Firman Allah:

"Ingatlah  diwaktu  Tuhanmu berkata kepada para  malaiakat:  "Aku menciptakan  manusia dari tanah, dan setelah aku sempurnakan  aku tiupkan kedalamnya ruh-Ku, maka hormatlah  kalian  kepadanya".(QS ShAd 71-72)

Setelah  itu manusia ada yang mengenali siapa yang meniupkan  ruh kapadanya dan yang memuliakannya atas seluruh makhluknya.

Mereka  itu akan bersyukkur kepada pemberi nikmat, sementara  ada manusia-manusia  yang melupakan Tuhannya, melupakan  kepada  dzat yang meniupkan ruh kepadanya.

Demikian juga halnya kebudayaan. Kebudayaan yang memegang kendali alam sekarang ini telah melupakan Tuhannya, melalaikan haknya. Dunia  ini  tidak memiliki kebudayaan yang  mengakui  ruhani  dan jasmani,  berorientasi dunia dan akherat dan  menentukan  hak-hak manusia disamping hak-hak Allah -kebudayaan Islam-.

Puasa Ramadhan  sebagaimana  Rasulullah   jelaskan   dapat mengangkat derajat  pelakunya menjadi unsur  rahmat,  kedamaian, ketenangan, kesucian jiwa, aklaq mulia dan perilaku  yang  indah ditengah-tengah masyarakat. "Bila salah seorang dari kalian berpuasa maka hendaknya ia tidakberbicara buruk  dan  aib.  dan  jangan  berbicara  yang   tiada manfaatnya  dan  bila
dimaki  seseorang  maka  berkatalah,  'Aku berpuasa'". (HR. Bukhori).

Dalam bulan Ramadhan terdapat filsafat Islam yang mengaitkan dunia  dengan akhirat, mengaitkan jasmani dan ruhani,  mengaitkan bumi dengan langit, mengaitkan manusia dengan wahyu, dan mengaitkan dunia dengan kitab yang menerangi jalannya dan menetukan  tujuannya.

wallaahu a'lam

Sumber: Islamic Centre

Tidak ada komentar:

Posting Komentar